YOUR LUCKY NUMBER

Rabu, 13 Oktober 2010

Lebih dekat dengan HEDONISME

apakah anda tau apa itu hedonisme?
mungkin sebagian belum tau dan belum mengerti tentang keyakinan ini.disini saya akan menjelaskan apa yang di maksud dengan HEDONISME


bagi orang yang sudah tau Ketika mendengar kata hedonisme, pikiran anda mungkin akan tertuju dengan bayangan orang mabuk, atau seks bebas, atau berjudi, yang tertawa dan menari-nari telanjang, dan tidak mempedulikan soal ajaran agama atau moral. Dan mungkin bayangan anda akan semakin meluas bahwa orang-orang seperti ini akan pergi ke neraka, bersama setan bertanduk yang membawa senjata trisula yang akan dipakai untuk menyiksa orang-orang seperti itu.
Memang, kata hedonisme sudah terkondisikan bahwa memang seperti itulah artinya. Padahal, ketika kata hedonisme ini dikreasi, arti sebenarnya bukan itu. Loh?

Hedonisme mulai dari Aristippus, dan ditenarkan oleh Epicurus, lalu didiskusikan oleh para filsuf Inggris seperti Hobbes, Bentham, James Mill, John Stuart Mill, sampai kepada Alexander Bain dan Herbert Spencer, semuanya membicarakan kenikmatan (atau lawannya: penderitaan) sebagai alat ukur dalam menilai suatu hal atau perbuatan. Jadi jika misalnya saya lapar, itu artinya saya menderita. Ketika saya makan untuk mengatasi rasa lapar, itu artinya saya berbuat sesuatu untuk mengusir penderitaan itu, sehingga timbullah kenikmatan. Suatu rasa yang menyenangkan karena kesenangan itu sendiri (intrinsic good) dan juga karena penderitaan tersebut telah pergi.

Apakah hedonisme bisa dibenarkan atau disalahkan? Banyak filsuf lain dan para teolog, terutama di abad modern ini, yang mencoba melihat hedonisme dari berbagai sudut pandang, salah satunya dari sudut pandang moral dan teologi. Dan itu wajar. Karena hedonisme sendiri hanya menggunakan satu alat ukur dalam menilai sesuatu, yaitu kenikmatan. Dalam memandang hedonisme dari kacamata moral, jelas hedonisme menjadi salah atau tidak bermoral. Hedonisme hanya memakai kenikmatan sebagai satu-satunya alat ukur dan motif, bukan moral atau nilai agama.

Akhirnya hedonisme dianggap orang sebagai sesuatu yang musyrik, haram, dan patut dijauhi. Tapi patut diingat, bahwa pandangan seperti itu ada karena berangkat dari sisi moral atau teologi. Seperti ketika Budi ditanya pendapatnya mengenai Joko. Budi bilang bahwa Joko adalah pemalas, tidak tahu diri, dan suka foya-foya. Itulah pandangan Budi mengenai Anto. Tapi apakah begitu menurut Anto? Jika Anto ditanya apa pendapatnya mengenai dirinya sendiri, jawabannya tentulah tidak akan sama seperti jawaban Budi. Begitu pula hedonisme. Silakan menilai hedonisme dari berbagai sudut pandang dan dari berbagai 'kacamata'. Tapi sebelum kita menilai hedonisme dari berbagai sudut pandang, alangkah baiknya jika kita berangkat dari pendapat hedonisme mengenai hedonisme itu sendiri. Itulah yang sudah saya jelaskan di atas mengenai para filsuf yang mencoba melihat berbagai hal dari satu motif atau alat ukur, yaitu kenikmatan.

Jadi ketika seseorang bilang, hedonisme adalah ngawur, tidak bermoral, ini dan itu, saya bisa bilang,"Itu adalah hedonisme yang dipandang dari kacamata A atau B". Sementara ketika orang bilang, hedonisme adalah doktrin, falsafah, atau teori filosofi yang memakai kenikmatan sebagai motif dan alat ukur dalam pencapaian suatu hal, itulah yang dinamakan sebagai "hedonisme menurut pengertian hedonisme". Semoga bisa dilihat perbedaannya.

Sayangnya, para Filsuf Inggris (dan negara-negara berbahasa Inggris) sebagian besarnya adalah pro-Hedonism.

Betapa aneh jika
hedonism harus dipercayakan kepada mereka-mereka yang pro dengan hedonism. Sama halnya, kebenaran sadisme dipercayakan kepada orang-orang sadis.

Jadi, jika ingin obyektif dengan
'hedonisme menurut pengertian hedonisme' mundurlah kepada golongan 'minor socratic'. ('murid-murid kecil Socrates'; istilah yang digunakan untuk membedakan Plato, murid Socrates paling berpengaruh/besar dengan 'murid-murid' lainnya yang tidak terlalu berpengaruh, seperti Aristippus.)

Karena semua bermula dari etika eudamonia (yang baik) -nya Socrates. (yang oleh Socrates sendiri tidak dijelaskan, karena memang metode Filsafat Socrates adalah '
bertanya/mempertanyakan' dan bukan 'menjawab/menjelaskan').

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan buat Kasih Komentar nya ya