”Darah saya itu batik,  karena saya mencintai batik dengan sepenuh hati,” begitu kerap diungkapkan Prof. DR  (HC) H. Amri Yahya, maestro pelukis batik Indonesia dalam berbagai kesempatan  diskusi, ceramah, dan wawancara dengan wartawan. Ya, pria yang lahir pada 29 September 1939 ini memang dikenal sebagai  pelukis batik yang tersohor hingga mancanegara. Kesetiaannya terhadap dunia seni itu  telah mengantarkan ia meraih gelar doktor dan profesor honoris causa. Amri yang kesehariannya juga menjadi dosen itu pun disebut-sebut sebagai perintis  terkemuka dalam  seni lukis  batik kontemporer
Pilihannya menjadi pelukis  batik, bukan hanya karena ingin mencari sesuatu yang lain tapi juga karena ia ingin  menjaga salah satu akar seni tradisional Indonesia. Karena itulah, dalam  wawancara dengan wartawan sebelum ia wafat, Amri sempat menyatakan kesedihannya  ketika ada negara lain yang mengklaim batik sebagai karya budaya mereka. Wajar  jika sepanjang perjalanan hidupnya, ia total mendedikasikan diri bagi upaya  menjaga dan melestarikan batik Indonesia. Saking cintanya kepada batik, setiap  kali ayah empat anak ini diundang untuk pameran  dan ceramah ia selalu membawa perabotan membatik dan melukis secara lengkap seperti kompor kecil, canting, lilin dan  lainnya.  Disela ceramahnya, ia mendemonstrasikan  keahlian melukis batik. 
Pria yang melukis dengan media acrylic, acquarel, cat minyak dan menekuni media batik sebagai media ungkap ini telah berhasil menelurkan  ribuan karya lukisan batiknya  baik yang berukuran kecil dan besar yang dipampang dalam bingkai. Tapi tak  sedikit motif-motif abstrak batiknya juga digunakan untuk busana dengan memilih lebak-lebung atau  panorama alam sebagai subject matter sebagai potret sebagian besar rakyat Indonesia  yang hidup dikawasan  pedesaan.     
Karya-karya lelaki asli  Palembang yang puluhan tahun menetap di Yogyakarta ini pernah  dipamerkan di  Australia, Jerman, Amerika  Serikat, Mesir,  Inggris, Belanda,  Kanada, Denmark, Syria, Jepang dan tentu saja diberbagai kota di Indonesia. Tak sedikit pejabat negara dan  lembaga di dalam maupun di luar negeri yang mengoleksi karya lukis yang  dipamerkannya sejak tahun 1957.
Jauh Dari Korupsi
Apa yang membuat Amri  memilih dunia seni lukis sebagai bagian hidupnya? “Karena pekerjaan ini jauh dari korupsi,” jawabnya dalam sebuah wawancara. Sempat kepincut menjadi penyair dan  tentara namun urung di tengah jalan. 
Lulus Akademi Seni Rupa  Indonesia (ASRI) tahun 1959 dan IKIP Yogyakarta tahun 1971, dan memperdalam keramik  dinding di Belanda (1979). Sampai sekarang masih tetap mengajar seni rupa di  Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sampai memperoleh gelar doktor (2001) dan  profesor (2002). Disela kesibukannya melukis, ia juga mengalokasikan waktunya untuk menjadi  dosen di FKSS  IKIP Yogyakarta dan STSRI-ASRI Yogyakarta.
Tahun 1972 Amri mendirikan  Amri Gallery di Gampingan, Yogyakarta, pada saat Indonesia mempersiapkan diri sebagai  tuan rumah Konferensi PATA tahun 1974. Tahun 1979 ia mendirikan Himpunan  Senirupawan Indonesia (HSRI), yang dimaksudkan membawa para senirupawan Indonesia ke  forum internasional melalui IAA (International Association of Art) dan Unesco.
Amri adalah sosok yang tak  hanya pintar melukis batik tapi juga mencermati dan mengritisi sikap bangsa Indonesia  dalam memperlakukan batik. Ia sangat sedih luar biasa saat mengetahui Malaysia berupaya mematenkan batik sebagai karya negeri jiran tersebut. ”Padahal  dunia luar sudah lama mengetahui dan mengakui bahwa batik adalah milik bangsa Indonesia. Hampir di seluruh wilayah Indonesia mengenal seni batik. Ini merupakan kesalahan kita sendiri, karena kita kurang menghargai apa yang disebut hak paten,” katanya.
Ia juga merasa gundah  karena kebanyakan dari kita menganggap batik bukan karya seni, tapi barang kerajinan.  “Jadi menganggap nilainya rendah, dan kurang pantas dipamerkan sebagai karya  seni. Padahal di luar negeri seperti Jerman, Inggris dan Australia serta  Amerika Serikat setiap tiga bulan sekali sekali menyelenggarakan pameran,”  keluhnya.
Kegigihannya menjaga dan  mengajak bangsa ini untuk menyintai batik belakangan sudah mulai menunjukkan hasil. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menetapkan batik sebagai  peninggalan budaya Indonesia. Namun lebih dari itu, batik kini menjadi pilihan  busana prioritas umumnya masyarakat negeri ini yang menjadikan batik sebagai  pakaian sehari-hari. Sebuah kebanggaan yang dapat dirasakan setelah sang maestro  pergi menghadap Sang Khalik pada 20 Desember 2004. **

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan sungkan buat Kasih Komentar nya ya